Desember 31, 2008

Resensi Film "Le Grande Voyage"

Pada malam tahun baru Hijriyah lalu, gw nonton sebuah film produksi Prancis-Maroko yang ditayangkan di RCTI. Walaupun dialognya di dubbing ke bahasa Indonesia tapi tetap saja sangat menarik. Film ini benar-benar menggugah dan menggambarkan sebuah ketulusan dan kesabaran. Baru kali ini gw nonton film asing yang benar-benar menggugah rasa iman.
sekarang kita akan membicarakan sebuah film berjudul "Le Grand Voyage"....


film ini bercerita tentang perjalanan ayah-dan anaknya yang bernama reda (mungkin dr bahasa arab Ridho) ke kota mekkah dengan sebuah mobil. sang ayah ingin pergi haji, namun ia berkerasu ntuk memakai mobil dan bukannya pesawat walo ia memiliki cukup uang untuk membeli tiket. bagi sang ayah, ibadah haji adalah dimulai dari awal melakukan perjalanan dari saat keluar rumah. ia ingin merasakan perjuangannya langkah demi langkah, bermil-mil jauhnya dari daerah selatan prancis. namun bagi sang anak, perjalanan ini tak lebih dari sikasaan batin karena harus mengantar ayahnya dalam waktu yang lama berikut meninggalkan ujian sekolahnya yang sangat penting, plus kekasih non muslim nya.

reda diibaratkan seorang pemuda kelahiran prancis berdarah maroko yang enggan mengingat2 apalagi melestarikan budaya asalanya, berikut menjalankan perintah agamanya seperti sholat. sedangkan sang ayah merasa perlu mengkomunikasikan bagaimana sejatinya menjadi seorang muslim kepada anak laki2nya itu.

Seorang anak bertanya pada ayahnya. ”Mengapa Ayah tidak naik pesawat terbang saja ke Makkah? Ini akan lebih mudah.” Sang ayah terdiam sejenak. ”Air laut baru akan kehilangan rasa pahitnya setelah ia menguap ke langit,” jawabnya.

”Apa?”
”Ya, begitulah air laut menemui kemurniannya. Ia harus mengangkasa melewati awan. Inilah mengapa lebih baik naik haji berjalan kaki ketimbang naik kuda. Lebih baik naik kuda ketimbang naik mobil. Lebih baik naik mobil ketimbang naik perahu. Lebih baik naik perahu ketimbang naik pesawat terbang…”

Percakapan ini terbetik pada sebuah trotoar di Bulgaria ketika keduanya terpaksa berlindung dari empasan badai salju. Mobil mereka mogok. Usai melintas sepertiga benua Eropa di atas roda empat, tanya Reda (Nicolas Cazale) pun akhirnya pecah. ”Mengapa tak naik pesawat terbang saja ke Makkah?”

Sebuah pertanyaan masuk akal. Alih-alih terusik oleh tajamnya pertanyaan Reda, sang ayah justru menjawabnya puitis. Sebuah jawaban yang tentu saja tak mudah dicerna oleh rasio awam yang matematis. Jawaban yang agaknya lebih bisa dicerna oleh hati yang khusuk.

Tafsirnya adalah semakin sulit perjalanan menuju Makkah, menurut sang ayah, maka semakin kita memurnikan jiwa kita –seperti halnya perjalanan air laut yang mengangkasa. Hanya dengan cara itulah, ia menemukan kemurniannya kembali. Inilah pesan metaforis Le Grand Voyage (2004), tetapi bukan satu-satunya pesan bernuansa spiritual yang disodorkan peraih Film Terbaik Venice Film Festival ini.

Sang ayah, diperankan secara apik oleh aktor kawakan Mohamed Majd, adalah imigran Maroko. Telah menetap 30 tahun di Prancis, laki-laki berwajah Afrika utara itu masih memegang kukuh budaya Arab dan Islam. Sementara Reda adalah generasi kedua imigran yang sudah kebarat-baratan, ia bahkan tak pernah shalat dan memacari seorang gadis Prancis nonmuslim. Namun, dalam bingkai budaya Arab yang kental, sang ayah tetaplah figur dominan.

Maka, titah sang ayah bagai sambaran geledek di siang bolong. Kala itu Reda akan menggondol gelar sarjana dan tengah di mabuk cinta. Tetapi, ia diminta menyupiri ayahnya naik haji ke Makkah, menyusuri rute sejauh lima ribu kilometer dari Prancis selatan di atas mobil minivan Peugeot yang bobrok. Jadilah Le Grand Voyage, sebuah film perjalanan (road-movie) dan, seperti kebanyakan road movie, ia bergerak linear.

Melintaslah mereka ke Italia, Slovenia, Kroasia, Serbia, dan Bulgaria. Menyeberang ke Turki, Suriah, Yordania, hingga Arab Saudi. Pertikaian kecil meletup sepanjang jalan. Dan, tahulah kita, betapa asingnya dunia ayah dan anak ini. Kita pun diperlihatkan, betapa uniknya peristiwa-peristiwa yang terjadi akibat perbedaan isi kepala dan kegagalan berkomunikasi.

Suatu waktu, sang ayah sekonyong-konyong menarik rem tangan hingga kendaraan yang mereka tumpangi nyaris terguling. Ini semata-mata lantaran Reda menolak meminggirkan mobilnya di jalan tol. Di Suriah, pertengkaran memuncak. Reda pergi meninggalkan ayahnya sendirian di gurun pasir setelah sang ayah memberikan duitnya pada seorang janda tua. Padahal duit mereka nyaris ludes usai ditipu orang Turki bernama Mustafa (Jacky Nercessian).

Uniknya mereka terus bersatu. Lewat film ini kita disodori sebuah hubungan kasih sayang ayah-anak yang ganjil namun terasa alami. Bagai ada tangan tak terlihat yang terus merekatkan keduanya. Ada pula paradok-paradok yang membikin film ini sebuah teka-teki. Yang kentara adalah sang ayah digambarkan sebagai sosok kepala batu dan Muslim yang taat. Namun, tak disangka, ia adalah seorang moderat yang sungkan memaksa Reda ikut shalat bersamanya.

Dan penonton pun bertanya-tanya. Seperti apa kira-kira akhir perjalanan dua manusia dengan kesenjangan budaya dan isi kepala itu? Sutradara Ismael Ferroukhi menyuguhkan sebuah sintesis yang memikat. Seperti air laut yang menguap, sang ayah menemui kemurniannya kembali di Baitullah. Ia wafat di situ.

Maka, pada titik ini, Feeroukhi berhasil mengiris-iris hati penonton. Reda diperlihatkan menangis sejadi-jadinya di depan jasad sang ayah yang terbujur kaku. Betapa menyakitkan. Bukankah Reda baru saja mengenal dan menemukan ayahnya lewat perjalanan jauh ini, tapi sekaligus mesti kehilangannya dalam satu pukulan?

Le Grand Voyage adalah film yang membuat penontonnya pulang dengan hati ‘berdarah-darah’. Sebagai film yang sukses mengaduk emosi dan menggelitik saraf spiritual, Le Grand Voyage terhitung unik. Film ini amat sederhana, jika tidak miskin penggarapan teknis. Penonton kerap dihadapkan pada banyak ruang kosong. Dialog ayah dan anak ini amat irit. Namun, bukankah kejeniusan kerap kali tampak pada kesederhanaan?

Pemain: Nicolas Cazale, Mohamed Majd
Sutradara: Ismael Ferroukhi
Produksi: Ognon Pictures

Desember 14, 2008

Jalan Menjadi Pencinta-Nya

Ada kalanya hidup tidak berjalan sebagaimana kita harapkan. Gelombang
ujian dan cobaan seakan tak henti menerpa. Dari yang hanya membuat
kita tertegun sejenak hingga yang menjadikan kita terkapar tak berdaya
karenanya. Pedih dan getir pun menjadi rasa yang tertuai.

Saudaraku, yang perlu terus kita yakini bahwa getirnya hidup tidaklah
menandakan rahmat Allah telah sirna. Perihnya cobaan, bukanlah isyarat
bahwa kemurkaan Allah sedang menggelayuti kehidupan ini.

Sebaliknya, getir dan perihnya rasa yang kita alami itu, dapat menjadi
tanda bahwa Allah sedang menghapus dosa-dosa yang pernah kita perbuat.
Karena ada dosa yang tidak bisa dihapuskan kecuali oleh rasa getir dan
perih. Ada dosa yang tak terhapus hanya oleh air mata penyesalan.
Ketika pedihnya terasa, di sanalah dosa akan terampuni. Saat getirnya
membuncah, di situlah kesucian akan tertuai. Hasilnya, hati pun
menjadi tenang dan keberkahan hidup menjadi jaminan.

Atau bisa jadi, itu semua menjadi tanda bahwa kita sedang dipersiapkan
untuk menerima nikmat yang lebih besar, yaitu menjadi kekasih Allah
atau para pencintaNya. Dan untuk menjadi para pencintaNya, haruslah
siap diuji. Itu adalah harga yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebuah
keniscayaan yang telah menjadi sunatulllahNya.

Kita harus siap-siap digerinda, yang merupakan syarat untuk bisa dekat
pada Allah. Gerindaan yang berbentuk ujian dan cobaan, akan
terus-menerus menghampiri. Ia tidak akan hilang hingga segala
karat-karat dosa kita, terkikis olehnya.

Seperti buah kelapa, untuk dapat diambil santannya, ia harus
dijatuhkan terlebih dahulu dari pohonnya yang tinggi. Kemudian,
kulitnya harus dikelupas dengan paksa hingga tak tersisa lagi. Setelah
bersih, ia lalu dibelah menjadi beberapa bagian. Setelah itu,
potongan-potongan kelapa tersebut lalu diparut hingga hancur dan hanya
menyisakan ampasnya. Apakah telah selesai? Tentu saja belum, karena
ampas kelapa itu akan diperas hingga keluarlah santan, yang di sana
manfaatnya baru terasa.

Begitu juga sifat dari cobaan dan ujian. Ia akan terus melumat dan
menghancurkan segalanya, hingga yang tersisa adalah bagian-bagian dari
diri kita yang secara kualitas, telah siap menjadi para pencintaNya.

Karena itu, saat gerinda telah datang, segeralah bertobat agar tak
hanya pintu tobat yang terbuka, namun status menjadi pencintaNya pun
akan menjadi milik kita. Tetapi bila gerinda itu belum tiba, jangan
terlena olehnya. Tetaplah mendekatkan diri padaNya dengan selalu
menempatkan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidup kita.

April 22, 2008

SOPHISTICATED

Zona nyamanKu ada disaat otakKu harus bertjuang menemukan jawaban.
Ada rasa penasaran, cemas bercampur keyakinan.
Seperti saat memutuskan untuk selalu jadi yang terdepan.
Di situlah adrenalinKu terpacu menemukan hal baru yang bermanfaat bagi diri dan lingkunganKu.
Satu kebanggaan tersendiri saat pencapaianKu mampu berkontribusi nyata bagi lingkungan dan
kehidupan yang lebih baik.
Satu kemenangan yang membanggakan.
All Men are Possible Heroes...


Maret 31, 2008

PROMOTION WITH MERCHANDISING

Setiap perusahaan yang profit oriented baik perusahaan jasa maupun manufaktur memiliki nama tersendiri yang mencerminkan perusahaan tersebut. Keberadaan sebuah nama beserta logo perusahaan sangat erat kaitannya dengan pemasaran produk. Eksistensi produk di pasaran sangat diutentukan oleh image perusahaan di mata konsumen. Semakin baik produk yang dikeluarkan maka semakin baik pula citra perusahaan di mata masyarakat. Perusahaan yang sudah eksis dibidangnya akn memiliki konsumen yang loyal.

Tidak hanya perusahaan yang profit oriented , berbagai macam NGO/LSM dan lembaga pendidikan terutama pendidikan tinggi setingkat universitas pun senantiasa berusaha mempromosikan diri untuk menjaring anggota sebanyak-banyaknya (untuk NGO) dan calon mahasiswa (untuk universitas). NGO dan universitas yang sudah memiliki eksistensi yang tinggi memiliki partisipan yang besar.


Perusahaan, NGO, dan universitas yang sudah mengglobal umumnya dikenal secara luas oleh masyarakat di seluruh dunia. Orang yang ingin menunjukkan kekagumannya, keloyalannya, maupun yang hanya sekedar menunjukkan ”prestise” umumnya memakai atribut-atribut yang memuat nama perusahaan, NGO, dan universitas dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menunjukkan kebanggaannya dengan memakai atribut-atribut tersebut. Saat ini atribut-atribut yang memuat nama perusahaan tidak untuk dikomersialkan. Kalaupun ada, itupun hanya sedikit sekali dan umumnya menyertai produk yang dijual. Sama halnya dengan perusahaan, NGO dan universitas menjual atribut hanya untuk kalangan terbatas, jarang sekali yang digunakan untuk mempromosikan diri.

Lalu apa peluang bisnis yang saya pikirkan dari pengantar sebelumnya?
Ini dia...........
Dengan melihat fenomana banyaknya orang yang tertarik untuk memakai, menggunakan maupun sekadar mengoleksi memorabilia perusahaan, NGO, dan universitas. Misalnya orang yang senang dan bangga memakai T-shirt yang bermerek Google, memakai gantungan kunci IPB dan sebagainya. Mereka hanya bisa mendapatkan barang-barang tersebut secara terbatas misalnya bila membeli sebuah produk, membelinya sebagai memorabilia bila berkunjung ke suatu universitas atau bahkan hanya pada saat ada universitas dan NGO yang sedang promosi. Artinya, tidak setiap saat barang-barang memorabilia itu bisa didapatkan dengan mudah.

Dengan melihat uraian di atas saya memiliki sebuah inovasi yang saya anggap sebagai strategi baru dalam bidang pemasaran. Kalau selama ini perusahaan memasarkan produknya di media masa, maka kini saatnya beralih ke metode baru yaitu ”menjual nama perusahaan”. Dengan metode ini perusahaan dapat bekerjasama dengan perusahaan lain (dalam hal ini inovasi usaha saya) untuk menerbitkan dan memasarkan nama perusahaan dalam bentuk memorabilia. Memorabilia yang dimaksud dapat berupa barang fungsional (seperti: t-shirt, jacket, mug, dan lainnya) maupun barang-barang yang sifatnya sebagai hiasan (seperti: keychain, PIN, sticker, dan lainnya).

Lalu bagaimana dengan NGO dan universitas, apa keunggulan metode ini? Pada prinsipnya sama saja, NGO dan universitas juga bisa bekerja sama dengan pihak lain (dalam hal ini inovasi usaha saya) untuk menerbitkan dan memasarkan memorabilia. Bedanya, kalau perusahaan berfungsi untuk membantu pemasaran produk sementara itu NGO dan universitas berfungsi untuk lebih ”memperkenalkan diri” kepada masyarakat, sekaligus menjaring anggota baru (untuk NGO) dan calon mahasiswa (untuk universitas). Berkaitan dengan universitas, memorabilia juga berfungsi untuk memotivasi para mahasiswa untuk meraih pendidikan berkualitas di universitas-universitas ternama di seantero dunia ini.

Melalui inovasi yang saya tawarkan ini, perusahaan, NGO dan universitas dapat berpromosi setiap saat tanpa terikat oleh momen-momen tertentu....hanya dengan persetujuan dengan perusahaan inovasi saya untuk menerbitkan dan memasarkan memorabilia. Inovasi yang saya tawarkan ini berkonsep sebuah pusat memorabilia yang bernama :

The international merchandising
(the company, NGO, and top universities)


Di pusat memorabilia ini konsumen dapat membeli barang barang seperti t-shirt, jacket, key chain, sticker, mug, PIN, dan sebagainya yang memuat nama dan logo perusahaan, NGO dan universitas. Di pusat memorabilia ini juga dipajang poster, banner perusahaan, NGO dan universitas yang bersangkutan.


Potensi Perluasan Usaha
Dalam jangka panjang, usaha ini bisa diperluas dengan membentuk lini usaha berikutnya yang berfungsi sebagai ajang tempat promosi pariwisata berbagai negara yang ada di dunia. Perusahaan saya bisa menjalin kerjasama dengan kementrian kebudayaan dan pariwisata dari berbagai negara di seluruh dunia.

Usaha ini berkonsep sebuah taman hiburan seperti halnya TMII di Indonesia dan Cockington Green di Australia. Bedanya, usaha ini dikonsep dalam bentuk mini dunia dengan skup lebih luas yang mencakup pariwisata andalan berbagai Negara di dunia. Tempat ini bernama :


Around the World
begins your dream from here…

Dengan adanya tempat semacam ini, siapapun bisa berkeliling dunia hanya dengan mengunjungi satu tempat. Itu bisa dilakukan setiap saat tanpa mengeluarkan biaya besar. Bagi mereka yang ingin berwisata ke luar negeri dapat menjadikan tempat ini sebagai referensi untuk memilih tempat wisata yang paling cocok. Di tempat ini pengunjung juga bisa membeli merchandise pariwisata dari seluruh dunia.

Bagaimana pendapat anda dengan ide bisnis saya? tertarikkah anda dengan ide saya? bagaimana kalau kita menjadi rekanan bisnis? call me in 08 1314 1618 45 or schweinteigz@yahoo.co.id